A. Organ-Organ Pencernaan
Proses pencernaan merupakan suatu proses yang melibatkan
organ-organ pencernaan dan kelenjar-kelenjar pencernaan. Antara
proses dan organ-organ serta kelenjarnya merupakan kesatuan
sistem pencernaan. Sistem pencernaan berfungsi memecah bahan-
bahan makanan menjadi sari-sari makanan yang siap diserap dalam
tubuh.
Berdasarkan prosesnya, pencernaan makanan dapat dibedakan
menjadi dua macam seperti berikut.
1. Proses mekanis, yaitu pengunyahan oleh gigi dengan dibantu
lidah serta peremasan yang terjadi di lambung.
2. Proses kimiawi, yaitu pelarutan dan pemecahan makanan oleh
enzim-enzim pencernaan dengan mengubah makanan yang ber-
molekul besar menjadi molekul yang berukuran kecil.
Makanan mengalami proses pencernaan sejak makanan berada
di dalam mulut hingga proses pengeluaran sisa-sisa makanan hasil
pencernaan. Adapun proses pencernaan makanan meliputi hal-hal
berikut.
1. Ingesti: pemasukan makanan ke dalam tubuh melalui mulut.
2. Mastikasi: proses mengunyah makanan oleh gigi.
3. Deglutisi: proses menelan makanan di kerongkongan.
4. Digesti: pengubahan makanan menjadi molekul yang lebih
sederhana dengan bantuan enzim, terdapat di lambung.
5. Absorpsi: proses penyerapan, terjadi di usus halus.
6. Defekasi: pengeluaran sisa makanan yang sudah tidak berguna
untuk tubuh melalui anus.
Saat melakukan proses-proses pencernaan tersebut diperlukan
serangkaian alat-alat pencernaan sebagai berikut.
1. Mulut
Makanan pertama kali masuk ke dalam tubuh melalui mulut.
Makanan ini mulai dicerna secara mekanis dan kimiawi. Di dalam
mulut seperti Gambar 6.1, terdapat beberapa alat yang berperan
dalam proses pencernaan yaitu gigi, lidah, dan kelenjar ludah
(glandula salivales).
a. Gigi
Pada manusia, gigi berfungsi sebagai alat pencernaan
mekanis. Di sini, gigi membantu memecah makanan menjadi
potongan-potongan yang lebih kecil. Hal ini akan membantu
enzim-enzim pencernaan agar dapat mencerna makanan
lebih efisien dan cepat. Selama pertumbuhan dan per-
kembangan, gigi manusia mengalami perubahan, mulai dari
gigi susu dan gigi tetap (permanen). Gigi pertama pada bayi
dimulai saat usia 6 bulan. Gigi pertama ini disebut gigi susu
(dens lakteus). Pada anak berusia 6
tahun, gigi berjumlah 20, dengan susunan sebagai berikut.
1) Gigi seri (dens insisivus), berjumlah 8 buah, berfungsi
memotong makanan.
2) Gigi taring (dens caninus), berjumlah 4 buah, berfungsi
merobek makanan.
3) Gigi geraham kecil (dens premolare), berjumlah 8 buah,
berfungsi mengunyah makanan.
Struktur luar gigi terdiri
atas bagian-bagian berikut.
1) Mahkota gigi (corona) merupakan bagian yang tampak
dari luar.
2) Akar gigi (radix) merupakan bagian gigi yang tertanam
di dalam rahang.
3) Leher gigi (colum) merupakan bagian yang terlindung
oleh gusi.
Adapun penampang gigi dapat diperlihatkan bagian-
bagiannya sebagai berikut.
1) Email (glazur atau enamel) merupakan bagian terluar
gigi. Email merupakan struktur terkeras dari tubuh,
mengandung 97% kalsium dan 3% bahan organik.
2) Tulang gigi (dentin), berada di sebelah dalam email,
tersusun atas zat dentin.
3) Sumsum gigi (pulpa), merupakan bagian yang paling
dalam. Di pulpa terdapat kapiler, arteri, vena, dan saraf.
4) Semen merupakan pelapis bagian dentin yang masuk
ke rahang.
b. Lidah
Lidah dalam sistem pencernaan berfungsi untuk mem-
bantu mencampur dan menelan makanan, mempertahankan
makanan agar berada di antara gigi-gigi atas dan bawah
saat makanan dikunyah serta sebagai alat perasa makanan.
Lidah dapat berfungsi sebagai alat perasa makanan karena
mengandung banyak reseptor pengecap atau perasa. Lidah
tersusun atas otot lurik dan permukaannya dilapisi dengan
lapisan epitelium yang banyak mengandung kelenjar lendir
(mukosa).
c. Kelenjar ludah
Terdapat tiga pasang kelenjar ludah di dalam rongga mulut,
yaitu glandula parotis, glandula submaksilaris, dan glandula
sublingualis atau glandula submandibularis. Amati gambar 6.4
agar Anda mengenali letak ketiga kelenjar ludah tersebut.
Air ludah berperan penting dalam proses perubahan zat
makanan secara kimiawi yang terjadi di dalam mulut. Setelah
makanan dilumatkan secara mekanis oleh gigi, air ludah ber-
peran secara kimiawi dalam proses membasahi dan mem-
buat makanan menjadi lembek agar mudah ditelan. Ludah
terdiri atas air (99%) dan enzim amilase. Enzim ini meng-
uraikan pati dalam makanan menjadi gula sederhana
(glukosa dan maltosa). Makanan yang telah dilumatkan
dengan dikunyah dan dilunakkan di dalam mulut oleh air liur
disebut bolus. Bolus ini diteruskan ke sistem pencernaan
selanjutnya.
2. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan merupakan saluran panjang (± 25 cm) yang
tipis sebagai jalan bolus dari mulut menuju ke lambung. Fungsi
kerongkongan ini sebagai jalan bolus dari mulut menuju lambung.
Bagian dalam kerongkongan senantiasa basah oleh cairan
yang dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar yang terdapat pada dinding
kerongkongan untuk menjaga agar bolus menjadi basah dan licin.
Keadaan ini akan mempermudah bolus bergerak melalui
kerongkongan menuju ke lambung. Bergeraknya bolus dari mulut
ke lambung melalui kerongkongan disebabkan adanya gerak
peristaltik pada otot dinding kerongkongan.
Gerak peristaltik dapat terjadi karena adanya kontraksi otot
secara bergantian pada lapisan otot yang tersusun secara me-
manjang dan melingkar. Proses gerak bolus di dalam kerongkongan
menuju lambung
Sebelum seseorang mulai makan, bagian belakang mulut (atas)
terbuka sebagai jalannya udara dari hidung. Di kerongkongan,
epiglotis yang seperti gelambir mengendur sehingga udara masuk
ke paru-paru. Ketika makan, makanan dikunyah dan ditelan masuk
ke dalam kerongkongan. Sewaktu makanan bergerak menuju
kerongkongan, langit-langit lunak beserta jaringan mirip gelambir
di bagian belakang mulut (uvula) terangkat ke atas dan menutup
saluran hidung. Sementara itu, sewaktu makanan bergerak ke arah
tutup trakea, epiglotis akan menutup sehingga makanan tidak masuk
trakea dan paru-paru tetapi makanan tetap masuk ke kerongkongan.
3. Lambung
Lambung merupakan saluran pencernaan yang berbentuk
seperti kantung, terletak di bawah sekat rongga badan. Dengan
mengamati Gambar 6.5, Anda dapat mengetahui bahwa lambung
terdiri atas tiga bagian sebagai berikut.
a. Bagian atas disebut kardiak, merupakan bagian yang ber-
batasan dengan esofagus.
b. Bagian tengah disebut fundus, merupakan bagian badan
atau tengah lambung.
c. Bagian bawah disebut pilorus, yang berbatasan dengan
usus halus.
Daerah perbatasan antara lambung dan kerongkongan ter-
dapat otot sfinkter kardiak yang secara refleks akan terbuka bila
ada bolus masuk. Sementara itu, di bagian pilorus terdapat otot
yang disebut sfinkter pilorus. Otot-otot lambung ini dapat ber-
kontraksi seperti halnya otot-otot kerongkongan. Apabila otot-
otot ini berkontraksi, otot-otot tersebut menekan, meremas, dan
mencampur bolus-bolus tersebut menjadi kimus (chyme).
Sementara itu, pencernaan secara kimiawi dibantu oleh
getah lambung. Getah ini dihasilkan oleh kelenjar yang terletak
pada dinding lambung di bawah fundus, sedangkan bagian dalam
dinding lambung menghasilkan lendir yang berfungsi melindungi
dinding lambung dari abrasi asam lambung, dan dapat beregenerasi
bila cidera. Getah lambung ini dapat dihasilkan akibat rangsangan
bolus saat masuk ke lambung. Getah lambung mengandung
bermacam-macam zat kimia, yang sebagian besar terdiri atas
air. Getah lambung juga mengandung HCl/asam lambung dan
enzim-enzim pencernaan seperti renin, pepsinogen, dan lipase.
Asam lambung memiliki beberapa fungsi berikut.
a. Mengaktifkan beberapa enzim yang terdapat dalam getah
lambung, misalnya pepsinogen diubah menjadi pepsin. Enzim
ini aktif memecah protein dalam bolus menjadi proteosa dan
pepton yang mempunyai ukuran molekul lebih kecil.
b. Menetralkan sifat alkali bolus yang datang dari rongga mulut.
c. Mengubah kelarutan garam mineral.
d. Mengasamkan lambung (pH turun 1–3), sehingga dapat
membunuh kuman yang ikut masuk ke lambung bersama
bolus.
e. Mengatur membuka dan menutupnya katup antara lambung
dan usus dua belas jari.
f. Merangsang sekresi getah usus.
Enzim renin dalam getah lambung berfungsi mengendapkan
kasein atau protein susu dari air susu. Lambung dalam suasana
asam dapat merangsang pepsinogen menjadi pepsin. Pepsin
ini berfungsi memecah molekul-molekul protein menjadi molekul-
molekul peptida. Sementara itu, lipase berfungsi mengubah
lemak menjadi asam lemak dan gliserol.
Selanjutnya, kimus akan masuk ke usus halus melalui suatu
sfinkter pilorus yang berukuran kecil. Apabila otot-otot ini
berkontraksi, maka kimus didorong masuk ke usus halus sedikit
demi sedikit.
4. Usus halus
Usus halus merupakan saluran berkelok-kelok yang
panjangnya sekitar 6–8 meter, lebar 25 mm dengan banyak
lipatan yang disebut vili atau jonjot-jonjot usus. Vili ini berfungsi
memperluas permukaan usus halus yang berpengaruh terhadap
proses penyerapan makanan. Lakukan eksperimen berikut untuk
mengetahui pengaruh lipatan terhadap proses penyerapan.
Usus halus terbagi menjadi tiga bagian seperti berikut:
a. duodenum (usus 12 jari), panjangnya ± 25 cm,
b. jejunum (usus kosong), panjangnya ± 7 m,
c. ileum (usus penyerapan), panjangnya ± 1 m.
Kimus yang berasal dari lambung mengandung molekul-
molekul pati yang telah dicernakan di mulut dan lambung,
molekul-molekul protein yang telah dicernakan di lambung,
molekul-molekul lemak yang belum dicernakan serta zat-zat lain.
Selama di usus halus, semua molekul pati dicernakan lebih
sempurna menjadi molekul-molekul glukosa. Sementara itu
molekul-molekul protein dicerna menjadi molekul-molekul asam
amino, dan semua molekul lemak dicerna menjadi molekul
gliserol dan asam lemak.
Pencernaan makanan yang terjadi di usus halus lebih banyak
bersifat kimiawi. Berbagai macam enzim diperlukan untuk
membantu proses pencernaan kimiawi ini.
Hati, pankreas, dan kelenjar-kelenjar yang terdapat di dalam
dinding usus halus mampu menghasilkan getah pencernaan.
Getah ini bercampur dengan kimus di dalam usus halus. Getah
pencernaan yang berperan di usus halus ini berupa cairan
empedu, getah pankreas, dan getah usus.
a. Cairan Empedu
Cairan empedu berwarna kuning kehijauan, 86% berupa
air, dan tidak mengandung enzim. Akan tetapi, mengandung
mucin dan garam empedu yang berperan dalam pencernaan
makanan. Cairan empedu tersusun atas bahan-bahan
berikut.
1) Air, berguna sebagai pelarut utama.
2) Mucin, berguna untuk membasahi dan melicinkan
duodenum agar tidak terjadi iritasi pada dinding usus.
3) Garam empedu, mengandung natrium karbonat yang
mengakibatkan empedu bersifat alkali. Garam empedu
juga berfungsi menurunkan tegangan permukaan lemak
dan air (mengemulsikan lemak).
Cairan ini dihasilkan oleh hati. Perhatikan Gambar 6.9.
Hati merupakan kelenjar pencernaan terbesar dalam tubuh
yang beratnya ± 2 kg. Dalam sistem pencernaan, hati
berfungsi sebagai pembentuk empedu, tempat penimbunan
zat-zat makanan dari darah dan penyerapan unsur besi dari
darah yang telah rusak. Selain itu, hati juga berfungsi
membentuk darah pada janin atau pada keadaan darurat,
pembentukan fibrinogen dan heparin untuk disalurkan ke
peredaran darah serta pengaturan suhu tubuh.
Empedu mengalir dari hati melalui saluran empedu dan
masuk ke usus halus. Dalam proses pencernaan ini, empedu
berperan dalam proses pencernaan lemak, yaitu sebelum
lemak dicernakan, lemak harus bereaksi dengan empedu
terlebih dahulu. Selain itu, cairan empedu berfungsi
menetralkan asam klorida dalam kimus, menghentikan
aktivitas pepsin pada protein, dan merangsang gerak
peristaltik usus.
b. Getah Pankreas
Getah pankreas dihasilkan di dalam organ pankreas.
Pankreas ini berperan sebagai kelenjar eksokrin yang
menghasilkan getah pankreas ke dalam saluran pencernaan
dan sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon
insulin. Hormon ini dikeluarkan oleh sel-sel berbentuk pulau-
pulau yang disebut pulau-pulau langerhans. Insulin ini
berfungsi menjaga gula darah agar tetap normal dan
mencegah diabetes melitus.
Getah pankreas ini dari pankreas mengalir melalui
saluran pankreas masuk ke usus halus. Dalam pankreas
terdapat tiga macam enzim, yaitu lipase yang membantu dalam
pemecahan lemak, tripsin membantu dalam pemecahan pro-
tein, dan amilase membantu dalam pemecahan pati.
c. Getah Usus
Pada dinding usus halus banyak terdapat kelenjar yang
mampu menghasilkan getah usus. Getah usus mengandung
enzim-enzim seperti berikut.
1) Sukrase, berfungsi membantu mempercepat proses pe-
mecahan sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.
2) Maltase, berfungsi membantu mempercepat proses
pemecahan maltosa menjadi dua molekul glukosa.
3) Laktase, berfungsi membantu mempercepat proses
pemecahan laktosa menjadi glukosa dan galaktosa.
4) Enzim peptidase, berfungsi membantu mempercepat
proses pemecahan peptida menjadi asam amino.
Monosakarida, asam amino, asam lemak, dan gliserol
hasil pencernaan terakhir di usus halus mulai diabsorpsi atau
diserap melalui dinding usus halus terutama di bagian
jejunum dan ileum. Selain itu vitamin dan mineral juga
diserap. Vitamin-vitamin yang larut dalam lemak,
penyerapannya bersama dengan pelarutnya, sedangkan
vitamin yang larut dalam air penyerapannya dilakukan oleh
jonjot usus.
Penyerapan mineral sangat beragam berkaitan dengan
sifat kimia tiap-tiap mineral dan perbedaan struktur bagian-
bagian usus. Sepanjang usus halus sangat efisien dalam
penyerapan Na+, tetapi tidak untuk Cl
–, HCO3
–, dan ion-ion
bivalen. Ion K+
penyerapannya terbatas di jejunum.
Penyerapan Fe++ terjadi di duodenum dan jejunum.
Proses penyerapan di usus halus ini dilakukan oleh villi
(jonjot-jonjot usus). Di dalam villi ini terdapat pembuluh darah,
pembuluh kil (limfa), dan sel goblet. Di sini asam amino dan
glukosa diserap dan diangkut oleh darah menuju hati melalui
sistem vena porta hepatikus, sedangkan asam lemak
bereaksi terlebih dahulu dengan garam empedu membentuk
emulsi lemak. Emulsi lemak bersama gliserol diserap ke
dalam villi. Selanjutnya di dalam villi, asam lemak dilepaskan,
kemudian asam lemak mengikat gliserin dan membentuk
lemak kembali. Lemak yang terbentuk masuk ke tengah villi,
yaitu ke dalam pembuluh kil (limfa).
Melalui pembuluh kil, emulsi lemak menuju vena sedang-
kan garam empedu masuk ke dalam darah menuju hati dan
dibentuk lagi menjadi empedu. Bahan-bahan yang tidak dapat
diserap di usus halus akan didorong menuju usus besar
(kolon).
5. Usus besar
Usus besar atau kolon memiliki panjang ± 1 meter dan terdiri
atas kolon ascendens, kolon transversum, dan kolon descendens.
Di antara intestinum tenue (usus halus) dan intestinum
crassum (usus besar) terdapat sekum (usus buntu).
Pada ujung sekum terdapat tonjolan kecil yang disebut
appendiks (umbai cacing) yang berisi massa sel darah
putih yang berperan dalam imunitas.
Zat-zat sisa di dalam usus besar ini didorong ke
bagian belakang dengan gerakan peristaltik. Zat-zat sisa
ini masih mengandung banyak air dan garam mineral
yang diperlukan oleh tubuh. Air dan garam mineral
kemudian diabsorpsi kembali oleh dinding kolon, yaitu
kolon ascendens. Zat-zat sisa berada dalam usus besar
selama 1 sampai 4 hari. Pada saat itu terjadi proses
pembusukan terhadap zat-zat sisa dengan dibantu
bakteri Escherichia coli, yang mampu membentuk
vitamin K dan B12. Selanjutnya dengan gerakan
peristaltik, zat-zat sisa ini terdorong sedikit demi sedikit
ke saluran akhir dari pencernaan yaitu rektum dan
akhirnya keluar dengan proses defekasi melewati anus.
Defekasi diawali dengan terjadinya penggelembungan bagian
rektum akibat suatu rangsang yang disebut refleks gastrokolik.
Kemudian akibat adanya aktivitas kontraksi rektum dan otot
sfinkter yang berhubungan mengakibatkan terjadinya defekasi.
Di dalam usus besar ini semua proses pencernaan telah selesai
dengan sempurna.
Selasa, 26 Juni 2012
Rabu, 20 Juni 2012
MODIFIED ATMOSPHERE PACKAGING (MAP)
Latar Belakang
Saat
ini permintaan konsumen akan kemasan bahan pangan adalah teknik
pengemasan yang ramah lingkungan, produk yang lebih alami dan tanpa
menggunakan bahan pengawet. Industri-industri pengolahan pangan juga
berusaha untuk meningkatkan masa simpan dan keamanan dari produk.
Teknologi pengemasan bahan pangan yang modern mencakup pengemasan
atmosfir termodifikasi (Modified Atmosfer Packaging/MAP), pengemasan aktif (Active Packaging) dan Smart Packaging, bertujuan untuk semaksimal mungkin meningkatkan keamanan dan mutu bahan sebagaimana bahan alaminya.
Pengemasan
atmosfir termodifikasi (MAP) adalah pengemasan produk dengan
menggunakan bahan kemasan yang dapat menahan keluar masuknya gas
sehingga konsentrasi gas di dalam kemasan berubah dan ini menyebabkan
laju respirasi produk menurun, mengurangi pertumbuhan mikrobia,
mengurangi kerusakan oleh enzim serta memperpanjang umur simpan. MAP
banyak digunakan dalam teknologi olah minimal buah-buahan dan sayuran
segar serta bahan-bahan pangan yang siap santap (ready-to eat).
Saat
ini MAP telah berkembang dengan sangat pesat, hal ini didorong oleh
kemajuan fabrikasi film kemasan yang dapat menghasilkan kemasan dengan
permeabilitas gas yang luas serta tersedianya adsorber untuk O2, CO2,
etilen dan air. Ahli-ahli pengemasan sering menganggap bahwa MAP
merupakan satu dari bentuk kemasan aktif, karena banyak metode kemasan
aktif juga memodifikasi komposisi udara di dalam kemasan bahan pangan.
Ide penggunaan kemasan aktif bukanlah hal yang baru, tetapi keuntungan
dari segi mutu dan nilai ekonomi dari teknik ini merupakan perkembangan
terbaru dalam industri kemasan bahan pangan. Keuntungan dari teknik
kemasan aktif adalah tidak mahal (relatif terhadap harga produk yang
dikemas), ramah lingkungan, mempunyai nilai estetika yang dapat diterima
dan sesuai untuk sistem distribusi.
Modified Atmosfer Packaging (MAP)
Saat
ini permintaan konsumen akan kemasan bahan pangan adalah
teknik pengemasan yang ramah lingkungan, produk yang lebih alami
dan tanpa menggunakan bahan pengawet. Industri-industri
pengolahan pangan juga berusaha untuk meningkatkan masa simpan dan
keamanan dari produk. Teknologi pengemasan bahan pangan yang
modern mencakup termodifikasi (Modified Atmosfer Packaging/MAP),
pengemasan aktif (Active Packaging) dan Smart Packaging,
bertujuan untuk semaksimal mungkin meningkatkan keamanan dan mutu
bahan sebagaimana bahan alaminya. Pengemasan atmosfir
termodifikasi (MAP) adalah pengemasan produk dengan menggunakan bahan
kemasan yang dapat menahan keluar masuknya gas sehingga
konsentrasi gas di dalam kemasan berubah dan ini menyebabkan laju
respirasi produk menurun, mengurangi pertumbuhan mikrobia, mengurangi
kerusakan oleh enzim serta memperpanjang umur simpan. MAP banyak
digunakan dalam teknologi olah minimal buah-buahan dan sayuran segar
serta bahan-bahan pangan yang siap santap (ready-to eat).
Saat
ini MAP telah berkembang dengan sangat pesat, hal ini
didorong oleh kemajuan fabrikasi film kemasan yang dapat
menghasilkan kemasan dengan permeabilitas gas yang luas serta
tersedianya adsorber untuk O2, CO2, etilen dan
air. Ahli-ahli pengemasan sering menganggap bahwa MAP merupakan
satu dari bentuk kemasan aktif, karena banyak metode kemasan
aktif juga memodifikasi komposisi udara di dalam kemasan bahan
pangan. Ide penggunaan kemasan aktif bukanlah hal yang baru,
tetapi keuntungan dari segi mutu dan nilai ekonomi dari teknik
ini merupakan perkembangan terbaru dalam industri kemasan bahan
pangan. Keuntungan dari teknik kemasan aktif adalah tidak mahal
(relatif terhadap harga produk yang dikemas), ramah lingkungan,
mempunyai nilai estetika yang dapat diterima dan sesuai untuk sistem
distribusi.
Gambar Contoh Pengemasan Aktif (Safetechnopack, 2011)
Modified
atmosphere packaging adalah suatu teknologi pengemasan yang dilakukan
pada produk pangan dengan tujuan agar dapat mempertahankan umur simpan
produk pangan tersebut. MAP umumnya menghalangi pergerakan udara,
memungkinkan proses respirasi normal produk mengurangi kadar oksigen dan
meningkatkan kadar karbon dioksida udara di dalam kemasan. MAP dapat
digunakan dalam kontainer pengapalan dan dalam unit-unit kemasan
konsumen. Modifikasi atmosfer dan secara aktif ditimbulkan dengan
membuat sedikit vakum dalam kemasan tertutup (seperti kantong polietilen
yang tidak berventilasi),dan kemudian memasukkan campuran komposisi
atmosfer yang diinginkan yang sudah jadi dari luar. Secara umum,
penurunan konsentrasi oksigen dan peningkatan konsentrasi karbon
dioksida akan bermanfaat terhadap kebanyakan komoditi. Pemilihan film
polimerik terbaik untuk setiap komoditi/kombinasi ukuran kemasan
tergantung pada permeabilitas film dan laju respirasi pada kondisi
waktu/suhu yang dinginkan selama penanganan. Penyerap oksigen, karbon
dioksida dan/atau etilen dapat digunakan dalam kemasan atau kontainer
untuk membantu menjaga komposisi atmosfer yang diinginkan.
Jenis
plastik yang digunakan dalam metode pengemas Modified Atmosfer
Packaging (MAP) adalah plastik jenis LDPE (Low Desity Polyethilene),
HDPE (High Density lyethilene), PVC (Polyvinylcholride) dan PP
(Polypropylene).
Pengemasan Aktif
Pengemasan
aktif adalah suatu konsep inovatif yang mengubah kondisi pengemasan
untuk memperlama masa simpan atau meningkatkan penampakan dan
keselamatan produk, dan sekaligus mempertahankan mutu produk tetap
tinggi. Dilihat dari tidak-adanya pengendalian (aktif) komposisi udara
di dalam kemasan, pengemasan aktif (active packaging) tergolong ke dalam MAP.
Istilah lain dari kemasan aktif (active packaging) adalah
smart, interactive, clever atau intelligent packaging. Defenisi
dari kemasan aktif adalah teknik kemasan yang mempunyai sebuah
indikator eksternal atau internal untuk menunjukkan secara aktif
perubahan produk serta menentukan mutunya. Kemasan akif disebut sebagai
kemasan
interaktif
karena adanya interaksi aktif dari bahan kemasan dengan bahan pangan
yang dikemas. Tujuan dari kemasan aktif atau interaktif adalah
untuk mempertahankan mutu produk dan memperpanjang masa simpannya.
Pengemasan aktif merupakan kemasan yang mempunyai :
- bahan penyerap O2 (oxygen scavangers)
- bahan penyerap atau penambah (generator) CO2
- ethanol emiters
- penyerap etilen
- penyerap air
- bahan antimikroba
- heating/cooling
- bahan penyerap (absorber) dan yang dapat mengeluarkan aroma/flavor
- pelindung cahaya (photochromic)
Kemasan aktif juga dilengkapi dengan indikator- indikator yaitu :
- time-temperature indicator yang dipasang di permukaan kemasan
- indikator O2
- indikator CO2
- indikator physical shock (kejutan fisik)
- indikator kerusakan atau mutu, yang bereaksi dengan bahan-bahan volatil yang
dihasilkan dari reaksi-reaksi kimia, enzimatis dan/atau kerusakan mikroba pada
bahan pangan.
Absorber Oksigen
Absorber
oksigen umumnya digunakan untuk menyerap oksigen pada bahan-bahan
pangan seperti hamburger, pasta segar, mie, kentang goreng, daging asap
(sliced ham dan sosis), cakes dan roti dengan umur simpan
panjang, produk-produk konfeksionari, kacang-kacangan, kopi, herba
dan rempah-rempah. Penggunaan kantung absorber O2 memberikan
keuntungan khususnya untuk produk-produk yang sensitif terhadap
oksigen dan cahaya seperti produk bakery dan pizza, daging ham
yang dimasak dimana pertumbuhan jamur dan perubahan warna merupakan
masalah utamanya.
Keuntungan penggunaan absorber oksigen sama dengan keuntungan dari MAP
yaitu dapat mengurangi konsentrasi oksigen pada level yang sangat
rendah (ultra-low level), suatu hal yang tidak mungkin diperoleh
pada kemasan gas komersial. Konsentrasi oksigen yang tinggi di dalam
kemasan dapat meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme, menurunkan
nilai gizi bahan pangan, menurunkan nilai sensori (flavor dan
warna) serta mempercepat reaksi oksidasi lemak yang menyebabkan
ketengikan pada bahan pangan berlemak.
Bahan penyerap oksigen secara aktif akan menurunkan konsentrasi
oksigen di dalam head-space kemasan hingga 0.01%, mencegah
terjadinya proses oksidasi, perubahan warna dan pertumbuhan
mikrooorganisme. Jika kapasitas absorber mencukupi, maka absorber
juga dapat menyerap oksigen yang masuk ke dalam head-space kemasan
melalui lubang-lubang dan memperpanjang umur simpan bahan yang
dikemas.
Keuntungan lain dari penggunaan absorber oksigen adalah biaya
investasinya lebih murah dibandingkan biaya pengemasan dengan gas.
Pada dasarnya untuk pengemasan aktif hanya dibutuhkan sistem
sealing. Keuntungan ini menjadi lebih nyata apabila diterapkan
untuk kemasan bahan pangan berukuran kecil hingga medium, yang
biasanya memerlukan investasi peralatan yang besar. Sebaliknya,
kelemahan dari kemasan aktif adalah kemasan ini visible (sachet atau
labelnya terlihat jelas) sedangkan pada kemasan gas, maka gasnya tidak
terlihat
Absorber
oksigen yang tersedia saat ini pada umumnya berupa bubuk besi (iron
powder), dimana 1 gram besi akan bereaksi dengan 300 ml O2.
Kelemahan dari besi sebagai absorber oksigen adalah tidak dapat
melalui detektor logam yang biasanya dipasang pada jalur pengemasan.
Masalah ini dapat dipecahkan dengan menggunakan absorber oksigen
berupa asam askorbat atau enzim.
Ukuran
penyerap oksigen yang digunakan tergantung pada jumlah oksigen
pada head-space, oksigen yang terperangkap di dalam bahan pangan
(kadar oksigen awal) dan jumlah oksigen yang akan masuk dari
udara di sekitar kemasan selama penyimpanan (laju transmisi oksigen
ke dalam kemasan), suhu penyimpanan, aktivitas air, masa simpan yang
diharapkan dari bahan pangan tersebut. Absorber oksigen lebih efektif
jika digunakan pada kemasan yang bersifat sebagai barrier bagi oksigen,
karenajika tidak maka absorber ini akan cepat menjadi jenuh dan
kehilangan kemampuannyauntuk menyerap oksigen.
Bahan penyerap O2 seperti asam askorbat, sulfit dan besi dimasukkan ke
dalam polimer dengan permeabilitas yang sesuai untuk air dan
oksigen seperti polivinil klorida (PVC) , sedangkan polietilen dan
polipropilen mempunyai permeabilitas yang sangat rendah terhadap air.
Bahan Penyerap dan Penambah Co2 (Absorber Dan Emitters Co2)
Absorber CO2 terdiri dari asam askorbat dan besi karbonat
sehingga mempunyai fungsi ganda dapat memproduksi CO2 dengan volume yang
sama dengan volume O2 yang diserap. Hal ini diperlukan untuk
mencegah pecahnya kemasan, terutama pada produk-produk yang
sensitif terhadap adanya perubahan konsentrasi CO2 yang mendadak
seperti keripik kentang. CO2 yang dihasilkan dapat larut di dalam fase
cair atau fase lemak dari produk, dan ini akan mengakibatkan
terjadinya perubahan flavor. Penggunaan lain dari adsorber dan
generator CO2 ini adalah pada kopi bubuk. Kopi yang di sangrai
(roasted) dapat mengeluarkan sejumlah CO2, dan mengakibatkan
pecahnya kemasan karena peningkatan tekanan internal. Reaktan yang
biasanya digunakan untuk menyerap CO2 adalah kalsium hidroksida
(Ca(OH)2) dengan aktivitas air yang cukup, yang dapat bereaksi dengan
CO2 membentuk kalsium karbonat.
Absorber Etilen
Etilen
adalah hormon tanaman yang dihasilkan selama pematangan buah dan
sayuran. Etilen dapat memberikan pengaruh yang negatif terhadap
produk segar, karena etilen akan mempercepat proses pematangan pada
produk seperti pisang dan tomat, sehingga produk menjadi cepat
busuk, tetapi jika digunakan pada produk seperti jeruk, maka dapat
menghilangkan warna hijau (degreening) sehingga dihasilkan jeruk dengan
warna kuning yang merata, dan penampilannya lebih baik. Secara umum,
etilen merupakan bahan yang tidak diinginkan untuk penyimpanan
produk segar, sehingga etilen harus disingkirkan dari lingkungan
penyimpanan, hal ini disebabkan karena :
- dalam jumlah sedikit sudah dapat menurunkan mutu dan masa simpan produk
- dapat meningkatkan laju respirasi sehingga akan mempercepat pelunakan
jaringan dan kebusukan buah.
- Mempercepat degradasi klorofil yang kemudian akan menyebabkan kerusakan-
kerusakan pasca panen lainnya.
Penyerap
etilen yang dapat digunakan adalah potasium permanganat (KmnO4), karbon
aktif dan mineral-mineral lain, yang dimasukkan ke dalam sachet. Bahan
yang paling banyak digunakan adalah kalium permanganat tang diserapkan
pada silika gel. Permanganat akan mengoksidasi etilen membentuk etanol
dan asetat. Bahan penyerap etilen ini mengandung 5% KmnO4 dan
dimasukkan ke dalam sachet untuk mencegah keluarnya KmnO4 karena KmnO4
bersifat racun.
Absorber Air Dan Uap Air
Akumulasi air pada kemasan dapat disebabkan oleh transpirasi
produk hortikultura, keluarnya air dari jaringan pada daging atau
fluktuasi suhu pada kemasan yang kadar airnya tinggi. Adanya air
pada kemasan dapat memacu pertumbuhan mikrobia serta terbentuknya
kabut pada permukaan film kemasan, sehingga air dan uap air yang
ada pada kemasan harus keluarkan.
Lapisan absorber untuk uap air (Drip-absorber pad) biasanya
digunakan untuk pengemasan daging dan ayam, terdiri dari
granula-granula polimer superabsorbent di antara dua lapisan polimer
mikroporous atau non-woven yang bagian pinggirnya dikelim.
Absorber ini akan menyerap air serta mencegah perubahan warna
dari produk dan kemasan. Polimer yang sering digunakan untuk
menyerap air adalah garam poliakrilat dan kopolimer dari pati.
Polimer superabsorben ini dapat menyerap 100-500 kali dari beratnya
sendiri. Alat yang sama dengan skala yang lebih besar
digunakan untuk menyerap lelehan es pada transportasi ikan segar dan
hasil laut lain melalui udara.
Penurunan kelembaban relatif di sekitar kemasan akan menurunkan
aktivitas air di permukaan bahan pangan, sehingga dapat
memperpanjang umur simpannya. Kondisi ini dapat diperoleh dengan
cara menyerap air dalam bentuk fase uapnya sehingga penggunaan
humektan lebih efektif daripada polimer superabsorbing. Perusahaan
Showa Denko Co., di Jepang telah mengembangkan film (Pichit)
yang dapat menyerap uap air dan digunakan untuk rumah tangga.
Film ini dilaminasi dengan propilen glikol dan polivinil alkohol
(PVA). Film PVA akan menahan glikol tapi permeabilitasnya terhadap
air sangat tinggi. Bahan pangan dibungkus di dalam selofan
kemudian dimasukkan ke dalam kantung Pichit dan disimpan dalam
refrigerator. Perbedaan aktivitas air antara bahan pangan dan glikol
berarti bahwa air ditarik dari permukaan bahan pangan dan
diabsorbsi oleh film. Pengaruh yang diinginkan, misalnya
mengeringnya permukaan biasanya akan terjadi dalam waktu 4-6 jam. Masa
simpan ikan yang disimpan dikemas dengan bahan penyerap air ini 3-4 hari
lebih panjang dari pada ikan yang dikemas tanpa penyerap air. Kantung
Pichit dapat digunakan kembali yaitu untuk 10 kali penggunaan
setelah bahan yang dikemas dikeluarkan dengan cara mencuci kantung di
dalam air dan dikeringkan.
Penambahan bahan anti kabut (anti fog) yang dicampur dengan resin
polimer sebelum proses ekstrusi dapat mencegah timbulnya kabut dan
embun di permukaan kemasan. Bahan amfifilik akan menurunkan
tegangan permukaan di antara polimer dan konsendasi air, akibatnya
tetesan air akan menyebar sebagai lapisan tipis yang transparan
di permukaan film polimer. Konsumen akan dapat melihat dengan
jelas produk yang ada di dalamnya, tetapi air masih tetap ada
dan berpotensi untuk menyebabkan kebusukan. Oleh karena itu,
perlakuan ini hanya digunakan untuk memperindah bentuk kemasan aktif
tapi tidak untuk memperpanjang masa simpannya.
Ethanol Emitters
Etanol
digunakan sebagai bahan pengawet selama berabad-abad lamanya. Pada
konsentrasi yang tinggi etanol dapat mendenaturasi protein dari
kapang dan ragi sehingga dapat bersifat sebagai antimikroba
walapun pada dosis yang rendah. Penyemprotan etanol pada bahan
pangan sebelum dikemas dapat memberikan pengaruh yang baik, tetapi
pada beberapa kasus pemberian etanol yang dimasukkan ke dalam sachet
sehingga dapat mengahsilkan uap etanol lebih baik dari pada
penyemprotan etanol.
Etanol
emitters dengan nama dagang Ethicap terdiri dari campuran etanol
dan air yang dijerap pada bubuk silika oksida, dan dimasukkan
ke dalam sachet yang terbuat dari kertas dan kopolimer etil vinil
asetat (EVA). Bau alkohol dapat ditutupi dengan penambahan flavor
seperti vanila, pada sachet. Ukuran sachet tergantung pada aktivitas
air (aw) bahan pangan dan masa simpan yang diinginkan dari produk.
Keuntungan
generator uap etanol adalah memperpanjang umur simpan,
menghambat proses staling pada produk bakery, dan mencegah tumbuhnya
mikrobia. Ethanol emitters dimasukkan ke dalam kemasan segera
setelah proses pembakaran (baking) dan pendinginan dengan kondisi yang
steril.
Kelemahan
dari penggunaan uap etanol untuk tujuan pengawetan adalah
pembentukan aroma yang tidak diinginkan pada bahan pangan,
absorpsi dari head space oleh bahan pangan, pada beberapa kasus
konsentrasinya pada produk meningkat 2 kali dari konsentrasi awal
sehingga menimbulkan masalah dalam standard mutu. Jika sebelum
dikonsumsi produk dipanaskan terlebih dahulu dengan oven, maka
etanol yang terakumulasi sebagian besar akan diuapkan. Oleh karena itu
produk yang mengandung ethanol emitters hendaknya dipanaskan
terlebih dahulu sebelum dikonsumsi.
Modifikasi komposisi udara
Komposisi
dari udara di ruang penyimpanan mempunyai pengaruh yang besar terhadap
sifat-sifat bahan segar yang disimpan. Baik kandungan oksigen, karbon
dioksida dan ethylene, saling mempengaruhi metabolisme komoditi.
Komposisi udara secara normal terdiri dari O2 (20%), CO2 (0.03%), N2 (78.8%).
Dengan melakukan modifikasi atmosphere di sekitar komoditi tersebut
dapat menghasilkan beberapa keuntungan terhadap komoditi tersebut.
Modifikasi komposisi udara dilakukan dengan menurunkan kadar oksigen dan atau meningkatkan kandungan karbon dioksida (CO2).
Oksigen dalam udara tidak dapat dihilangkan sama sekali dari
atmosphere, karena adanya oksigen masih diperlukan untuk menjaga
berlangsungnya metabolisme secara normal. Di bawah 1 – 3% oksigen,
banyak komoditi justru mengalami banyak kerusakan. Demikian halnya
dengan konsentrasi CO2. batas toleransi komoditi terhadap
gas-gas tersebut bervariasi. Berbagai jenis kantong plastik yang
memiliki bagai derajat permeabilitas terhadap uap air dan gas, dapat
digunakan untuk penyimpanan MA. Teknik mana sebetulnya telah berkembang
sejak tahun 1940. dan kini kantong plastik dengan beberapa jenis
ketebalan, densitas serta permeabilitas dapat dipilih untuk menjaga
susunan komposisi atmosphere disekitar produk yang dikemas tersebut.
Modified
Atmosphere Packaging (MAP) adalah salah satu cara pengemasan untuk
mengatur faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap komoditas
yang disimpan agar kesegaran dan warna produk dapat dipertahankan sampai
produk di tangan konsumen. Modified atmosphere dilakukan dengan
mengatur komposisi udara di sekitar bahan yang berbeda dengan komposisi
udara atmosfir. Modifikasi tersebut dapat berupa penurunan persentase
oksigen dari 21% menjadi 0%, penurunan persentase oksigen ini bertujuan
untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme aerob dan juga untuk
memperlambat proses oksidasi. Modifikasi ini dilakukan dengan cara
menggantikan gas diudara dengan nitrogen sebagai gas inert (tidak
bereaksi) sehingga udara dalam kemasan terdiri dari 100% gas nitrogen.
memperlambat proses oksidasi. Modifikasi lainnya adalah dengan cara
menggunakan campuran 20% karbon dioksida (CO2) dan 80% gas
nitrogen. Karbon dioksida akan menurunkan pH produk sehingga dapat
mencegah pertumbuhan bakteri, karena kebanyakan bakteri bersifat tidak
tahan akan asam atau pH rendah. Misalnya pada pengemasan daging segar.
Modifikasi tersebut dapat memperpanjang kesegaran produk, akan tetapi
tanpa adanya oksigen warna cerah merah daging kurang dapat
dipertahankan. Oleh karena itu digunakan campuran gas yang terdiri dari
60%-70% gas karbon dioksida, 30%-40% gas nitrogen, dan 0,3%-0,5% gas CO
(CO2 tinggi /CO rendah). Gas CO akan berikatan dengan Fe
dalam senyawa heme dari myoglobin dan membentuk carboksimioglobin yang
berwarna merah cerah globin cincin-tetrapyrrole- Fe2+(CO).
Carboksimioglobin ini lebih tahan terhadap oksidasi dibandingkan
oxymioglobinkarena ikatan antara Fe-CO lebih kuat dibandingkan dengan
Fe-O2. Dengan demikian carboksimioglobin yang berwarna merah
cerah dapat bertahan lebih lama. MAP ini merupakan rahasia keawetan
daging segar karena memberikan kondisi anaerob sekaligus memberikan
warna merah cerah. Cara ini sudah dipakai secara luas untuk pengemasan
produk daging segar maupun daging olahan serta dapat mempertahankan
jumlah hitung mikroba tetap rendah selama 11 sampai 21 hari lamanya pada
suhu penyimpanan optimal 40°C . Gas CO dalam modified atmosphere
packaging dinyatakan aman oleh FDA (Komisi Eropa Dirjen Perlindungan
Kesehatan dan Konsumen).
Meskipun
demikian ada satu hal sangat penting yang harus diingat dan dilakukan
dengan cermat dalam praktek modified atmosphere packaging yaitu menjaga
suhu penyimpanan dan saat transport pada 40°C karena peningkatan suhu
dapat menyebabkan perubahan jumlah mikroorganismeyang tumbuh pada daging
segar. Untuk memastikan keamanan produk daging yang dikemas dengan
modified atmosphere packaging, maka sejak penyembelihan, pengepakan
dengan modified atmosphere packaging, distribusi, dan pada tingkat
pengecer harus dijaga dan dilakukan praktek penanganan dan higienitas
yang baik. Bila hal ini tidak dilakukan maka modified atmosphere
packaging kemungkinan tidak memberikan hasil seperti yang telah
dijelaskan. Modified atmosphere packaging kemudian dikembangkan lebih
lanjut dengan memodifikasi bahan pengemas yang dipakai. Penambahan
ekstrak rosemary yang dikenal sebagai antioksidan kedalam lapisan tipis
polypropylene dapat mempertahankan potongan steak daging sapi tetap
merah cerah dan segar sampai sekitar 14 hari pada suhu lemari dingin
seperti di supermarket supermarket. Dapat pula dilakukan penambahan
bacteriosin, enzim laktoperoksidase, atau ekstrak herbal kedalam “edible
film” seperti alginate. Pelapis alginate dikembangkan untuk memenuhi
permintaan konsumen yang menginginkan produk alami. Pengembangan bahan
pengemas lainnya adalah menggunakan teknologi partikel nano dimana
ketebalan bahan pengemas dibentuk dalam ukuran nanometer swhingga
menurunkan permeabilitas gas, meningkatkan kekeuatan pengemas, dan lebih
ringan. Koekstruksi ethylene-co-acrylyc acid (EAA) dengan polyethylene
oxide (PEO) menghasilkan komposit dimana didalamnya terbentuk lapisan
tunggal kristal PEO dengan ketebalan 20 nm yang dapat menurunkan
permeabilitas gas sampai 100 kali. Pelapisan PEO yang mengandung perak
(Ag) pada plastic PE dapat menghambat pertumbuhan Alicylobacillus
acidoterrestris yang umumnya tumbuh pada produk pangan berasam rendah.
Indikator O2 dan CO2
Permeabilitas
kemasan terhadap gas merupakan sifat penting dalam pemilihan jenis
kemasan. Jika terjadi kebocoran pada kemasan, maka modifikasi atmosfir
di sekitar kemasan yang sudah dibuat optimal sesuai dengan kebutuhan
produk, akan rusak, karena gas akan masuk ke dalam kemasan, dan mutu
produk pangan menjadi menurun. Oleh karena itu terjadinya kebocoran pada
kemasan harus dapat dideteksi untuk menghindari terjadinya kerusakan
produk.
Pada
kemasan dengan konsentrasi CO2 yang tinggi, kebocoran berarti
terjadinya peningkatan konsentrasi O2 dan penurunan konsentrasi CO2 di
dalam kemasan, dan ini dapat mengakibatkan pertumbuhan mikroba perusak.
Untuk dapat meningkatkan mutu dan keamanan pangan, maka perlu dilakukan
pengendalian kerusakan melalui deteksi kebocoran pada kemasan.
Indikator
O2 yang tersedia secara komersial umumnya berbentuk label warna yang di
lamiansikan pada film polimer atau tablet. Indikator ini akan bereaksi
dengan O2 yang masuk ke dalam kemasan melalui lubang kemasan yang bocor,
atau digunakan sebaagi absorber O2 sehingga semua O2 yang masuk ke
dalam kemasan akan diserap. Indikator O2 yang paling banyak digunakan
adalah Ageless-Eye (diproduksi oleh Mitsubishi Gas Chemical Co.,
Jepang), yang berupa O2 scavenger, dan akan berwarna pink jika tidak ada
oksigen di lingkungan tersbeut (<0.1%) dan berwarna biru jika O2
lebihd ari 0.5%.
Indikator
O2 dapat digunakan untuk memastikan bahwa produk sudah dikemas secara
benar. Tetapi, alat ini mempunyai kekurangan di dalam distribusi, karena
kebanyakan indikator O2 sangat sensitif terhadap O2 dari kemasan gas
dan perubahan warnanya bersifat dapat balik (reversible). Indikator ini
dapat bereaksi dengan sisa O2 yang ada di dalam kemasan, atau alat ini
menunjukkan tidak ada O2, karena oksigen yang ada telah digunakan oleh
mikroba perusak untuk pertumbuhannya. Oleh karena itu perubahan warna
dari indikator harus tidak dapat balik (irreversible). Tipe visual dari
indikator oksigen terdiri dari : perubahan warna redoks, serta komponen
reduksi dan komponen alkali. Komponen-komponen tersebut misalnya pelarut
(air dan/atau alkohol) dan bulking agent (misalnya zeolit, gel silika,
bahan selulosa, polimer).
Indikator
CO2 diperlukan pada kemasan dengan konsentrasi CO2 yang ditentukan
(bisa untuk menunjukkan konsentrasi CO2 yang terlalu rendah atau terlalu
tinggi. Contohnya, indikator CO2 yang terdiri dari 5 strips indikator.
Strips ini terdiri dari bahan yang sensitif terhadap CO2, seperti
indikator anion dan kation liofolik organik. Konsentrasi CO2 ditunjukkan
oleh perubahan warna dari satu atau lebih strips.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous.
2007. Teknologi Pengemasan Aktif. ocw.usu.ac.id/…pengemasan/thp_407_
handout_teknologi_pengemasan_aktif.pdf. Diakses tanggal 27 Maret 2011.
Anonimous. 2009. Kemasan. www.kemenperin.go.id/asp/pelatihan_ikm/kemasan/kemasan .pdf. Diakses tanggal 27 Maret 2011.
Anonimous.
2010. Fresh pizza packaging in thermoforming in modified atmosphere
(MAP) in rigid film
http://www.ulmapackaging.com/packaging-solutions/food-packaging/ready-meals.
Diakses tanggal 27 Maret 2011.
Anonimous.2010. Meat Packaging. http://www.pfmusa.com/packaging_meats.htm. Diakses tanggal 27 Maret 2011.
Syarief,
R., dan Ismayana B. 1989. Modified Atmosphere Packaging. repository.ipb
.ac.id/bitstream/handle/123456789/13802/F08sum.pdf?…2. Diakses tanggal
27 Maret 2011.
PROSES BROWNING PADA BAHAN PANGAN DAN PENCEGAHANNYA
Proses
browning adalah proses kecoklatan pada buah yang terjadi akibat proses
enzimatik oleh polifenol oksidasi. Pada umumnya proses browning sering
terjadi pada buah–buahan seperti pisang, pear, salak, pala, dan apel.
Proses browning terbagi menjadi dua yaitu enzimatik dan non enzimatik.
Browning
secara enzimatik terjadi pada buah-buahan yang banyak mengandung
substrat senyawa fenolik. Senyawa fenolik banyak sekali yang dapat
bertindak sebagai substrat dalam proses browning enzimatik pada
buah-buahan dan sayuran. Contohnya substrat yang baik adalah senyawa
fenolik dengan jenis ortodihidroksi atau trihidroksi yang saling
berdekatan. Proses pencoklatan enzimatik akan terjadi apabila adanya
reaksi antara enzim fenol oksidase dan oksigen dengan substrat tersebut.
Pada pencoklatan enzimatis seperti pada buah apel dan buah lain
setelah dikupas disebabkan oleh pengaruh aktivitas enzim Polypenol
Oxidase (PPO), yang dengan bantuan oksigen akan mengubah gugus
monophenol menjadi O-hidroksi phenol, yang selanjutnya diubah lagi
menjadi O-kuinon. Gugus O-kuinon inilah yang membentuk warna coklat.
Bahan
pangan sayur dan buah dapat mudah mengalami pencoklatan jika bahan
pangan tersebut terkelupas atau dipotong. Pencoklatan (browning)
merupakan proses pembentukan pigmen berwarna kuning yang akan segera
berubah menjadi coklat gelap (Rahmawati 2008). Pembentukan warna coklat
ini dipicu oleh reaksi oksidasi yang dikatalisis oleh enzim fenol
oksidase atau polifenol oksidase. Kedua enzim ini dapat mengkatalis
oksidasi senyawa fenol menjadi quinon dan kemudian dipolimerasi menjadi
pigmen melaniadin yang berwarna coklat (Mardiah 1996). Bahan pangan
tertentu, seperti pada sayur dan buah, senyawa fenol dan kelompok enzim
oksidase tersebut tersedia secara alami. Oleh karena itu pencoklatan
yang terjadi disebut juga reaksi pencoklatan enzimatis.
Enzim
polifenol oksidase memiliki kode Enzym Commision (EC) 1.14.18.1, nama
trivial monophenol monooxygenase dan nama IUPAC monophenol,
L-dopa:oxygen oxidoreductase. Selain itu, enzim ini juga memiliki nama
lain, yaitu tyrosinase, phenolase, monophenol oxidase, cresolase,
catechol oxidase, polyphenolase, pyrocatechol oxidase, dopa oxidase,
chlorogenic oxidase, catecholase, monophenolase, o-diphenol oxidase,
chlorogenic acid oxidase, diphenol oxidase, o-diphenolase, tyrosine-dopa
oxidase, o-diphenol:oxygen oxidoreductase, polyaromatic oxidase,
monophenol monooxidase, o-diphenol oxidoreductase, monophenol
dihydroxyphenylalanine:oxygen oxidoreductase,
N-acetyl-6-hydroxytryptophan oxidase, monophenol,
dihydroxy-L-phenylalanine oxygen oxidoreductase, o-diphenol:O2
oxidoreductase, dan phenol oxidase (NC-IUBMB 2010). Enzim polifenol
oksidase dihasilkan dari reaksi antara L-tyrosine, L-dopa, dan O2
menjadi L-dopa, dopaquinone, dan H2O.
Pencoklatan
enzimatis dapat terjadi karena adanya jaringan tanaman yang terluka,
misalnya pemotongan, penyikatan, dan perlakuan lain yang dapat
mengakibatkan kerusakan integritas jaringan tanaman (Cheng &
Crisosto 1995). Adanya kerusakan jaringan seringkali mengakibatkan enzim
kontak dengan substrat. Enzim yang bertanggung jawab dalam reaksi
pencoklatan enzimatis adalah oksidase yang disebut fenolase,
fenoloksidase, tirosinase, polifenolase, atau katekolase. Dalam tanaman,
enzim ini lebih sering dikenal dengan polifenol oksidase (PPO).
Substrat untuk PPO dalam tanaman biasanya asam amino tirosin dan
komponen polifenolik seperti katekin, asam kafeat, pirokatekol/katekol
dan asam klorogenat . Tirosin yang merupakan monofenol, pertama kali
dihidroksilasi menjadi 3,4-dihidroksifenilalanin dan kemudian dioksidasi
menjadi quinon yang akan membentuk warna coklat.
Pencoklatan
enzimatis dalam pangan biasanya dianggap merugikan karena menurunkan
penerimaan sensori pangan oleh masyarakat walaupun pencoklatan enzimatis
tidak terlalu mempengaruhi rasa dari bahan pangan tersebut. Reaksi
pencoklatan enzimatis membutuhkan tiga komponen, yaitu polifenolase
aktif, oksigen dan subtrat yang cocok. Penghilangan salah satu di antara
komponen tersebut akan melindungi terjadinya reaksi pencoklatan
enzimatis. Selain itu, senyawa pereduksi mampu mengubah o-quinon kembali
kepada komponen fenolik sehingga mengurangi pencoklatan.
Pada
umumnya ada tiga macam reaksi pencokelatan nonenzimatik yaitu
karamelisasi, reaksi millard, dan pencokelatan akibat vitamin C. dalam
suasana asam, cincin lakton asam dehidroaskorbat terurai secara
irreversible dengan membentuk suatu senyawa diketogulonaat, dan kemudian
berlangsunglah reaksi Maillard dan proses pencokelatan. Karamelisasi
terjadi pada suatu larutan sukrosa yang diuapkan maka konsentrasinya
akan meningkat, begitu juga titik didihnya sehingga seluruh air akan
menguap semua. Bila keadaan tersebut telah tercapai dan pemanasan
diteruskan, maka cairan yang ada bukan lagi terdiri dari air tetapi
cairan sukrosa yang melebur. Reaksi maillard berlangsung melalui
beberapa tahap yaitu, suatu aldosa bereaksi bolak-balik dengan asam
amino atau dengan suatu gugus amino dari protein sehingga
menghasilkanbasa Schiff. Perubahan terjadi menurut aksi Amodori sehingga
menjadi amino ketosa. Dehidrasi dari hasil selanjutnya menghasilkan
hasil antara metal α-dikarbonil yang diikuti penguraian menghasilkan
redukstor-reduktor dan α-dikarboksil seperti metilglioksal, aseton, dan
diasetil. Aldehida-aldehida aktif dari 3 dan 4 terpolimerisasi tanpa
mengikutsertakan gugus amino (hal ini disebut kondensasi aldol) atau
dengan gugusan amino membentuk senyawa berwarna cokelat yang disebut
melanoidin.
-
Pengurangan oksigen (O2) atau penggunaan antioksidan, misalnya vitamin C ataupun senyawa sulfit. Antioksidan dapat mencegah oksidasi komponen-komponen fenolat menjadi quinon berwarna gelap. Sulfit dapat menghambat enzim fenolase pada konsentrasi satu ppm secara langsung atau mereduksi hasil oksidasi quinon menjadi bentuk fenolat sebelumnya, sedangkan penggunaan vitamin C dapat mereduksi kembali quinon berwarna hasil oksidasi (o-quinon) menjadi senyawa fenolat (o-difenol) tak berwarna. Asam askorbat selanjutnya dioksidasi menjadi asam dehidroaskorbat. Ketika vitamin C habis, komponen berwarna akan terbentuk sebagai hasil reaksi polimerisasi dan menjadi produk antara yang irreversibel. Jadi produk berwama hanya akan terjadi jika vitamin C yang ada habis dioksidasi dan quinon terpolimerisasi.
-
Mengkontrol reaksi browning enzimatis dengan menambahkan enzim mometiltransferase sebagai penginduksi.
-
Mengurangi komponen-komponen yang bereaksi browning melalui deaktivasi enzim fenolase yang mengandung komponen Cu (suatu kofaktor esensial yang terikat pada enzim PPO). Chelating agent EDTA atau garamnya dapat digunakan untuk melepaskan komponen Cu dari enzim sehingga enzim menjadi inaktif.
-
Pemanasan untuk menginaktivasi enzim-enzim. Enzim umumnya bereaksi optimum pada suhu 30-40 ºC. Pada suhu 45 ºC enzim mulai terdenaturasi dan pada suhu 60 ºC mengalami dekomposisi.
-
Penambahan Sulfit. Larutan sulfit bertujuan untuk mencegah terjadinya browning secara enzimatis maupun non enzimatis, selain itu juga sulfit berperan sebagai pengawet. Pada browning non enzimatis, sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil yang mungkin ada pada bahan. Hasil reaksi tersebut akan mengikat melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna coklat. Sedangkan pada browning enzimatis, sulfit akan mereduksi ikatan disulfida pada enzim, sehingga enzim tidak dapat mengkatalis oksidasi senyawa fenolik penyebab browning. Sulfit merupakan racun bagi enzim, dengan menghambat kerja enzim esensial. Sulfit akan mereduksi ikatan disulfida enzim mikroorganisme, sehingga aktivitas enzim tersebut akan terhambat. Dengan terhambatnya aktivitas enzim, maka mikroorganisme tidak dapat melakukan metabolisme dan akhirnya akan mati. Sulfit akan lebih efektif dalam bentuk yang bebas atau tidak terdisosiasi, sehingga sebelum digunakan sulfit dipanaskan terlebih dahulu. Selain itu, sulfit yang tidak terdisosiasi akan lebih terbentuk pada pH rendah (2,5 – 4), dan pada pembuatan manisan bengkoang ini, pH rendah atau suasana asam diperoleh dari penambahan asam sitrat
-
Pemberian Asam sitrat. Asam sitrat adalah asam trikarboksilat yang tiap molekulnya mengandung tiga gugus karboksilat. Selain itu ada satu gugus hidroksil yang terikat pada atom karbon di tengah. Asam sitrat termasuk asidulan, yaitu senyawa kimia yang bersifat asam dan ditambahkan pada proses pengolahan makanan dengan berbagai tujuan. Asidulan dapat bertindak sebagai penegas rasa dan warna atau menyelubungi after taste yang tidak disukai. Sifat senyawa ini dapat mencegah pertumbuhan mikroba dan bertindak sebagai pengawet. Asam sitrat (yang banyak terdapat dalam lemon) sangat mudah teroksidasi dan dapat digunakan sebagai pengikat oksigen untuk mencegah buah berubah menjadi berwarna coklat. Ini sebabnya mengapa bila potongan apel direndam sebentar dalam jus lemon, warna putih khas apel akan lebih tahan lama. Asam ini ditambahkan pada manisan buah dengan tujuan menuru nkan pH manisan yang cenderung sedang sampai di bawah 4,5. dengan turunnya pH maka kemungkinan mikroba berbahaya yang tumbuh semakin kecil. Selain itu pH yang rendah akan mendisosiasi sulfit dan benzoat menjadi molekul-molekul yang aktif dan efektif menghambat mikroorganisme.
PENYIMPANAN BAHAN PANGAN SUHU RENDAH (PENDINGINAN & PEMBEKUAN)
Prinsip dasar penyimpanan pada suhu rendah :
• Menghambat pertumbuhan mikroba
• Menghambat reaksi-reaksi enzimatis, kimiawi dan biokimiawi
Penyimpanan
pada suhu rendah dapat menghambat kerusakan makanan, antara lain
kerusakan fisiologis, kerusakan enzimatis maupun kerusakan
mikrobiologis. Pada pengawetan dengan suhu rendah dibedakan antara
pendinginan dan pembekuan. Pendinginan dan pembekuan merupakan salah
satu cara pengawetan yang tertua.
Pendinginan
atau refrigerasi ialah penyimpanan dengan suhu rata-rata yang digunakan
masih di atas titik beku bahan. Kisaran suhu yang digunakan biasanya
antara – 1oC sampai + 4oC. Pada suhu tersebut, pertumbuhan bakteri dan
proses biokimia akan terhambat. Pendinginan biasanya akan mengawetkan
bahan pangan selama beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung
kepada jenis bahan pangannya. Pendinginan yang biasa dilakukan di
rumah-rumah tangga adalah dalam lemari es yang mempunyai suhu –2oC
sampai + 16oC.
Pembekuan
atau freezing ialah penyimpanan di bawah titik beku bahan, jadi bahan
disimpan dalam keadaan beku. Pembekuan yang baik dapat dilakukan pada
suhu kira-kira –17 oC atau lebih rendah lagi. Pada suhu ini pertumbuhan
bakteri sama sekali berhenti. Pembekuan yang baik biasanya dilakukan
pada suhu antara – 12 oC sampai – 24 oC. Dengan pembekuan, bahan akan
tahan sampai bebarapa bulan, bahkan kadang-kadang beberapa tahun.
Perbedaan antara pendinginan dan pembekuan juga ada hubungannya dengan aktivitas mikroba.
-
Sebagian besar organisme perusak tumbuh cepat pada suhu di atas 10 oC
-
Beberapa jenis organisme pembentuk racun masih dapat hidup pada suhu kira-kira 3,3oC
-
Organisme psikrofilik tumbuh lambat pada suhu 4,4 oC sampai – 9,4 oC
Organisme
ini tidak menyebabkan keracunan atau menimbulkan penyakit pada suhu
tersebut, tetapi pada suhu lebih rendah dari – 4,0 oC akan menyebabkan
kerusakan pada makanan.
Jumlah
mikroba yang terdapat pada produk yang didinginkan atau yang dibekukan
sangat tergantung kepada penanganan atau perlakuan-perlakuan yang
diberikan sebelum produk itu didinginkan atau dibekukan, karena pada
kenyataannya mikroba banyak berasal dari bahan mentah/ bahan baku.
Setiap bahan pangan yang akan didinginkan atau dibekukan perlu mendapat
perlakuan-perlakuan pendahuluan seperti pembersihan, blansing, atau
sterilisasi, sehingga mikroba yang terdapat dalam bahan dapat sedikit
berkurang atau terganggu keseimbangan metabolismenya.
Pada
umumnya proses-proses metabolisme (transpirasi atau penguapan,
respirasi atau pernafasan, dan pembentukan tunas) dari bahan nabati
seperti sayur-sayuran dan buah-buahan atau dari bahan hewani akan
berlangsung terus meskipun bahan-bahan tersebut telah dipanen ataupun
hewan telah disembelih. Proses metabolisme ini terus berlangsung sampai
bahan menjadi mati dan akhirnya membusuk. Suhu dimana proses metabolisme
ini berlangsung dengan sempurna disebut sebagai suhu optimum.
Penggunaan
suhu rendah dalam pengawetan makanan tidak dapat mematikan bakteri,
sehingga pada waktu bahan beku dikeluarkan dan dibiarkan hingga mencair
kembali (“thawing”), maka pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba dapat
berlangsung dengan cepat.
Penyimpanan dingin dapat menyebabkan
kehilangan bau dan rasa beberapa bahan bila disimpan berdekatan.
Misalnya :
• Mentega dan susu akan menyerap bau ikan dan bau buah-buahan
• Telur akan menyerap bau bawang
Bila memungkinkan sebaiknya penyimpanan bahan yang mempunyai bau tajam
terpisah
dari bahan lainnya, tetapi hal ini tidak selalu ekonomis. Untuk
mengatasinya, bahan yang mempunyai bau tajam disimpan dalam kedaan
terbungkus.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pendinginan yaitu :
• Suhu
• Kualitas bahan mentah
Sebaiknya bahan yang akan disimpan mempunyai kualitas yang baik
• Perlakuan pendahuluan yang tepat
Misalnya pembersihan/ pencucian atau blansing
• Kelembaban
Umumnya RH dalam pendinginan sekitar 80 – 95 %. Sayur-sayuran disimpan dalam pendinginan dengan RH 90 – 95 %
• Aliran udara yang optimum
Distribusi
udara yang baik menghasilkan suhu yang merata di seluruh tempat
pendinginan, sehingga dapat mencegah pengumpulan uap air setempat
(lokal).
Keuntungan penyimpanan dingin :
•
Dapat menahan kecepatan reaksi kimia dan enzimatis, juga pertumbuhan
dan metabolisme mikroba yang diinginkan. Misalnya pada pematangan keju.
• Mengurangi perubahan flavor jeruk selama proses ekstraksi dan penyaringan
• Mempermudah pengupasan dan pembuangan biji buah yang akan dikalengkan.
• Mempermudah pemotongan daging dan pengirisan roti
• Menaikkan kelarutan CO2 yang digunakan untuk ” soft drink “
Air yang digunakan didinginkan lebih dahulu sebelum dikarbonatasi untuk menaikkan kelarutan CO2.
Kerugian penyimpanan dingin :
• Terjadinya penurunan kandungan vitamin, antara lain vitamin C
• Berkurangnya kerenyahan dan kekerasan pada buah-buahan dan sayur-sayuran
• Perubahan warna merah daging
• Oksidasi lemak
• Pelunakan jaringan ikan
• Hilangnya flavor
Pengaruh pendinginan terhadap makanan :
1.
Penurunan suhu mengakibatkan penurunan proses kimia, mikrobiologi , dan
biokimia yang berhubungan dengan kelayuan, kerusakan, pembusukan , dll.
2.
Pada suhu kurang dari 0 oC , air akan membeku kemudian terpisah dari
larutan dan membentuk es. Jika kristal es yang terbentuk besar dan tajam
akan merusak tekstur dan sifat pangan , tetapi di lain pihak kristal es
yang besar dan tajam juga bermanfaat untuk mereduksi atau mengurangi
mikroba jumlah mikroba.
Pembentukan
kristal es menjadi bagian penting dalam mekanisme pengawetan dengan
pembekuan. Sebuah kristal es yang terbentuk misalnya, dapat menarik
seluruh air bebas dalam sel bakteri dan khamir. Kristal-kristal ekstra
seluler dapat menyebabkan pembekuan isi sel melalui perforasi. Tanpa
kristal es ekstra seluler, sel masih bisa betahan (belum membeku) pada
suhu – 25 oC, tetapi jika terdapat kristal es tersebut sel membeku pada –
5 oC.
Proses pembekuan yang terjadi pada makanan :
Perubahan
bahan sampai membeku tidak terjadi sekaligus dari cairan ke padatan.
Contohnya sebotol susu yang disimpan pada ruang pembeku (freezer), maka
cairan yang paling dekat dengan dinding botol akan membeku lebih dahulu.
Kristal yang terjadi mula-mula ialah air murni (H2O). Ketika air terus
berkristal, susu menjadi lebih pekat terutama pada komponen protein,
lemak, laktosa, dan mineral. Pekatan ini akan berkristal secara
perlahan-lahan sebanding dengan proses pembekuan yang berlangsung pada
makanan.
Pada pembekuan akan terjadi beberapa proses sebagai berikut :
Mula-mula
terjadi pembentukan kristal es yang biasanya berlangsung cepat pada
suhu dibawah 0 oC. Kemudian diikuti proses pembesaran dari
kristal-kristal es yang berlangsung cepat pada suhu – 2 oC sampai – 7
oC. Pada suhu yang lebih rendah lagi, maka pembesaran kristal-kristal es
dihambat karena kecepatan pembentukan kristal es meningkat.
Secara
normal pembesaran kristal-kristal es dimulai di ruang ekstra seluler,
karena viskositas cairannya relatif lebih rendah. Bila pembekuan
berlangsung secara lambat, maka volume ekstra seluler lebih besar
sehingga terjadi pembentukan kristal-kristal es yang besar di tempat
itu. Kristal es yang besar akan menyebabkan kerusakan pada dinding sel.
Kadar air bahan makin rendah , maka akan terjadi denaturasi protein
terutama pada bahan nabati. Proses ini bersifat irreversible.
Pembekuan
secara cepat akan menghambat kecepatan difusi air ke ruang ekstra
seluler, akibatnya air akan berkristal di ruang intra seluler, sehingga
massa kristal es akan terbagi rata dalam seluruh jaringan. Kristal es
yang terbentuk berukuran kecil-kecil. Keadaan ini mengakibatkan
kehilangan air pada waktu ” thawing ” akan berkurang.
Pembekuan menyebabkan terjadinya :
• perubahan tekstur
• pecahnya emulsi lemak
• perubahan fisik dan kimia dari bahan
Perubahan
yang terjadi tergantung dari komposisi makanan sebelum dibekukan.
Konsentrasi padatan terlarut yang meningkat, akan merendahkan kemampuan
pembekuan. Bila dalam larutan mengandung lebih banyak garam, gula,
mineral, dan protein, akan menyebabkan titik beku lebih rendah dan
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk membeku.
Dibandingkan
dengan pemanasan dan pengeringan, maka pembekuan dalam pengawetan
sebenarnya lebih berorientasi pada usaha penghambatan tumbuhkembangnya
mikroba serta pencegahan kontaminasi yang akan terjadi. Oleh karena itu
jumlah mikroba dan kontaminasi atau kerusakan awal bahan pangan sangat
penting diperhitungkan sebelum pembekuan. Jadi sanitasi dan higiene
pra-pembekuan ikut menentukan mutu makanan beku. Produk pembekuan yang
bahan asalnya mempunyai tingkat kontaminasi tinggi, akan lebih cepat
rusak atau lebih cepat turun mutunya dibandingkan dengan bahan yang pada
awalnya lebih rendah kadar kontaminasinya.
Teknik-teknik Apakah yang Dilakukan pada Pembekuan ?
Teknik-teknik Pembekuan :
1.
Penggunaan udara dingin yang diiupkan atau gas lain dengan suhu rendah
kontak langsung dengan makanan. Contohnya alat pembeku terowongan
(“tunnel freezer ” ).
2. Kontak tidak langsung
Makanan
atau cairan yang telah dikemas kontak dengan permukaan logam (lempengan
silindris) yang telah didinginkan dengan cara mensirkulasikan cairan
pendingin. Contohnya alat pembeku lempeng ( “plate freezer ” ) .
3. Perendaman langsung makanan ke dalam cairan pendingin atau menyemprotkan cairan
pendingin di atas makanan, misalnya nitrogen cair, freon, atau larutan garam.
Dalam
sistem pendingin diperlukan suatu medium pemindahan panas yang disebut
“refrigeran “. Yang dimaksud dengan refrigeran yaitu suatu bahan yang
dapat menghilangkan atau memindahkan panas dari suatu ruang tertutup
atau benda yang didinginkan.
Sifat-sifat refrigeran dalam sistem pendingin, a.l. :
• Titik didih rendah
• Titik kondensasi rendah
• Tidak menimbulkan karat pada logam
• Tidak mudah menimbulkan iritasi / luka
• Harganya relatif murah
• Mudah dideteksi dalam jumlah kecil
Refrigeran yang sering digunakan, a. l. :
• Ammonia ( NH3 )
• Metil khlorida ( CH3Cl )
• Freon 12 atau dichlorofluorometana ( CCl2F2)
• Karbon dioksida ( CO2 )
• Sulfur dioksida ( SO2 )
• Propane ( C3H8 )
Sirkulasi
udara dalam lemari es perlu dijaga untuk mencegah pengeringan dari
produk dan menghilangkan panas dari produk dan dari dinding lemari es.
Sebagian besar makanan mengandung air dalam kadar yang tinggi, karena
itu jangan dibiarkan bahan terbuka terhadap sirkulasi udara yang cepat.
Kelembaban dalam ruang es perlu dikontrol karena perbedaan uap diantara
lemari es dan makanan menyebabkan hilangnya air dari makanan yang tidak
dibungkus, sehingga terjadi pengringan bahan.
Pengeringan
terutama terjadi pada bahan yang dibekukan tanpa dibungkus lebih dahulu
atau dibungkus dengan bahan yang tidak tembus uap air serta waktu
membungkusnya masih banyak ruang-ruang yang tidak terisi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan , antara lain :
1. Suhu
Suhu yang terlalu tinggi akan mengakibatkan pengeringan yang terjadi lebih besar
2. Kelembaban relatif atmosfir
Bila RH rendah, maka pengeringan lebih besar
3. Kontak dengan atmosfir
Penggunaan pembungkus akan mengurangi gejala kekeringan
4. Intensitas sirkulasi udara
Perbedaan suhu antara produk dan udara
Perubahan-perubahan yang terjadi pada pendinginan, antara lain :
• Perubahan warna pemucatan warna khlorofil -Pencoklatan
• perubahan tekstur kerusakan gel -pengerasan
• perubahan flavor hilangnya flavor asal (pembentukan flavor yang menyimpang) -ketengikan
• perubahan zat gizi
-vitamin C
-lemak tidak jenuh
-asam amino essensial
Kerusakan-kerusakan yang terjadi pada pendinginan
Pemakaian
suhu rendah untuk mengawetkan bahan pangan tanpa mngindahkan
syarat-syarat yang diperlukan oleh masing- masing bahan, dapat
mngakibatkan kerusakan-kerusakan sebagai berikut :
1. Chilling injury
Chilling injury terjadi karena :
• kepekaan bahan terhadap suhu rendah
• daya tahan dinding sel
• burik-burik bopeng (pitting)
Jaringan bahan menjadi cekung dan transparan
• Pertukaran bau / aroma
Di
dalam ruang pendingin dimana disimpan lebih dari satu macam komoditi
atau produk, kemungkinan terjadi pertukaran bau/aroma. Contoh: apel
tidak dapat didinginkan bersama-sama dengan seledri, kubis, ataupun
bawang merah.
2. Kerusakan oleh bahan pendingin / refrigeran
Bila
lemari es menggunakan amonia sebagai refrigeran, misalnya terjadi
kebocoran pada pipa dan ammonia masuk ke dalam ruang pendinginan, akan
mengakibatkan perubahan warna pada bagian luar bahan yang didinginkan
berupa warna coklat atau hitam kehijauan. Kalau proses ini berlangsung
terus, maka akan diikuti proses pelunakan jaringan-jaringan buah.
Sebagai contoh : suatu ruangan pendingin yang mengandung amonia sebanyak
1 % selama kurang dari 1 jam, akan dapat merusak apel, pisang, atau
bawang merah yang disimpan di dalamnya.
3. Kehilangan air dari bahan yang didinginkan akibat pengeringan
Kerusakan
ini terjadi pada bahan yang dibekukan tanpa dibungkus atau yang
dibungkus dengan pembungkus yang kedap uap air serta waktu membungkusnya
masih banyak ruang-ruang yang tidak terisi bahan. Pengeringan setempat
dapat menimbulkan gejala yang dikenal dengan nama ” freeze burn ” , yang
terutama terjadi pada daging sapi dan daging unggas yang dibekukan.
Pada daging unggas, hal ini tampak sebagai bercak-bercak yang transparan
atau bercak-bercak yang berwarna putih atau kuning kotor.
Freeze
burn disebabkan oleh sublimasi setempat kristal-kristal es melalui
janganjaringan permukaan atau kulit. Maka terjadilah ruangan-ruangan
kecil yang berisi udara, yang menimbulkan refleksi cahaya dan
menampakkan warna-warna tersebut. Akibat terjadinya
freeze burn, maka akan terjadi perubahan rasa pada bahan , selanjutnya diikuti dengan proses denaturasi protein.
4. Denaturasi protein
Denaturasi
protein berarti putusnya sejumlah ikatan air dan berkurangnya kadar
protein yang dapat diekstrasi dengan larutan garam. Gejala denaturasi
protein terjadi pada daging, ikan, dan produk-produk air susu. Proses
denaturasi menimbulkan perubahan-perubahan rasa dan bau, serta perubahan
konsistensi (daging menjadi liat atau kasap). Semua bahan yang
dibekukan, kecuali es krim, sebelum dikonsumsi dilakukan “thawing”, maka
untuk bahan yang telah mengalami denaturasi protein pada waktu
pencairan kembali, air tidak dapat diabsorpsi (diserap) kembali. Tekstur
liat yang terjadi disebabkan oleh membesarnya molekul-molekul.
Tahapan Proses Pengalengan
Pada
dasarnya prinsip-prinsip pengolahan dalam pengalengan, baik dilakukan
di rumah maupun di pabrik ternyata sama saja. Tahapan pengalengan
terdiri dari :
Penyiapan wadah, penyiapan bahan mentah, pengisian ke dalam wadah, dan proses pengalengan.
Penyiapan Wadah
Penyiapan wadah terdiri dari proses :
1. Pembersihan wadah sebelum dipakai
Wadah perlu dicuci terlebih dahulu, dan kemudian dibersihkan dari sisa-sisa air pencuci.
2. Pemberian kode
Pada
wadah perlu diberikan kode tentang tingkat kualitas bahan yang diisikan
, tanggal, tempat, dan nomor dari batch pengolahan. Hal ini perlu
dilakukan untuk memudahkan pemeriksaan jika ada suatu kerusakan atau
kelainan yang terjadi pada produk akhir yang dihasilkan.
Penyiapan Bahan Mentah
Penyiapan bahan umumnya terdiri dari pemilihan/sortasi dan grading, pencucian, pengupasan atau pemotongan bahan mentah
1. Pemilihan (Sortasi/Grading)
Dipilih
bahan yang masak optimal untuk buah-buahan dan bahan yang berkualitas
untuk sayuran, daging atau ikan. Sortasi dan grading dapat dilakukan
berdasarkan ukuran/diameter, berat jenis atau warna.
2. Pembersihan (Washing)
Pembersihan
dimaksudkan untuk menghilangkan kotoran-kotoran dari bahan baku; dapat
dilakukan dengan cara pencucian dengan air dingin untuk sayur- sayuran
dan buah-buahan, dan menghilangkan bagian-bagian yang tidak diinginkan
untuk daging dan ikan. Pencucian dapat dilakukan dengan cara merendam
atau menyemprot bahan dengan air.
3. Pengupasan
Tujuan
pengupasan ialah membuang bagian-bagian yang tidak dapat dimakan dan
tidak diinginkan, seperti kulit, tangkai, bagian-bagian yang cacat atau
busuk, dll. Pengupasan dapat dilakukan dengan :
• Pisau (Sebaiknya stainless steel)
• Secara mekanis
• Larutan alkali (lye peeling)
Konsentarsi
larutan alkali (NaOH) yang dipakai tergantung dari jenis dan tingkat
kematangan bahan, umumnya sekitar 1,5 – 2,0 %. Pada cara pengelupasan
dengan larutan NaOH, bahan biasanya direndam dalam larutan tersebut,
kemudian dicuci dengan air yang telah ditambah asam.
4. Blansing
Dilakukan
pada sayur-sayuran dan buah-buahan. Blansing dapat dilakukan dengan
merendamnya sebentar dalam air mendidih atau dengan uap air panas,
kemudian diikuti dengan pendinginan dalam air. Umumnya untuk bahan yang
dibekukan dilakukan dengan uap air panas, sedangkan pada bahan yang akan
dikalengkan digunakan blansing dengan cara perendaman dalam air panas.
5. Penambahan Bahan Tertentu
Larutan garam dengan konsentrasi 1- 3 % sebagai media untuk sayur-sayuran, daging, dan ikan
Minyak dipakai untuk pengalengan ikan
Larutan sirup (sukrosa atau glukosa) untuk pengalengan buah-buahan
Pengisian (Filling)
Pengisian
bahan ke dalam wadah (kaleng atau botol) harus dilakukan sedemikian
rupa sehingga tidak terlalu banyak udara tertahan dalam wadah. Pengisian
bahan jangan terlalu penuh dan harus disisakan tempat kosong di bagian
atas wadah (” head space “). Volume head space tak lebih dari 10 % dari
kapasitas wadah. Gunanya head space adalah supaya waktu proses
sterilisasi masih ada tempat untuk pengembangan isi. Pengisian bahan
dilakukan dengan tangan atau mesin. Besar ” head space ” dalam wadah
sangat penting. Bila terlalu kecil akan sangat berbahaya, karena ujung
kaleng akan pecah akibat pengembangan isi selama pengolahan. Bila head
space tidak cukup, kecepatan pemindahan panas menurun, dengan demikian
waktu pengolahan lebih lama. Sebaliknya apabila ” head space ” terlalu
besar, udara yang terkumpul di dalam ruang tersebut lebih banyak,
sehingga dapat menyebabkan oksidasi dan perubahan warna bahan yang
dikalengkan.
Dalam
pengalengan buah- buahan, kaleng diisi dengan buah-buahan dahulu,
kemudian ditambahkan larutan gula; konsentrasinya berbeda-beda
tergantung dari jenis buah dan kualitas produknya. Buah-buahan yang
sudah manis menggunakan larutan gula yang lebih encer. Demikian pula
untuk menghasilkan produk dengan kualitas lebih rendah dipakai larutan
gula yang encer, sedangkan untuk kualitas baik dipakai larutan kental.
Dalam pengalengan buah-buahan, sirup berfungsi sebagai :
-
Bahan pemanis
-
Pemberi flavor
-
Mengurangi rasa asam
-
Membantu dalam pengawetan bahan, karena sifat osmotiknya.
-
Mengusir udara dan gas dari wadah dan bahan serta mengurangi tekanan selama pengolahan
-
Pada beberapa bahan pangan misalnya apel dapat mencegah pencoklatan
Untuk
pengalengan sayuran, digunakan larutan garam. Penambahan garam ke dalam
wadah dapat berbentuk larutan garam atau tablet garam, kemudian
ditambahkan air secukupnya untuk memperoleh konsentrasi yang diinginkan.
Proses Pengalengan
Terdiri dari beberapa tahap yaitu :
1. Pembuangan Udara/Penghampaan / (Exhausting)
2. Penutupan Wadah (Sealing)
3. Sterilisasi (Processing)
4. Pendinginan (Cooling)
1. Pembuangan Udara/Penghampaan/Exhausting
Sebelum wadah ditutup, biasanya dilakukan penghampaan/exhausting untuk memperoleh keadaan vakum parsial.
Tujuan penghampaan:
Untuk memperoleh keadaan vakum dalam wadah yaitu dengan jalan mengeluarkan udara terutama oksigen (O2) yang ada dalam head space
-
Maksud penghampaan :
-
Mencegah terjadinya tekanan yang berlebihan dalam wadah pada waktu sterilisasi
-
Mengeluarkan O2 dan gas-gas dari makanan dan kaleng
-
Mengurangi kemungkinan terjadinya karat atau korosi
-
Agar tutup kaleng tetap cekung
-
mencegah reaksi oksidasi yang dapat menimbulkan kerusakan flavor serta kerusakan vitamin, misalnya vitamin A dan vitamin C
Udara
dan gas yang dikeluarkan dari isi kaleng ditampung dalam head space
yaitu ruangan antara tutup wadah dan permukaan bahan. Head space ini
perlu untuk menampung gas-gas yang timbul akibat reaksi-reaksi kimia
dalam bahan dan juga agitasi (pengadukan) serta isi kaleng selama
sterilisasi.
Penghampaan dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain
1. Exhausting termal
Wadah
yang telah diisi bahan dipanaskan untuk mengeluarkan gas-gas, baru
ditutup. Hal ini dimungkinkan karena daya larut udara pada suhu tinggi
dalam head space rendah, sehingga akan keluar bersama-sama dengan uap
air. Wadah akan diisi oleh uap air. Pada pendinginan kembali, uap air
dalam head space akan mengembun kembali, dan terjadilah keadaan vakum.
• Cara pengisian panas-panas.
Bahan makanan dipanaskan sampai 71 – 82 oC, kemudian diisikan panas-panas ke dalam wadah dan langsung ditutup.
• Secara mekanis menggunakan pompa vakum
•
Dengan cara menginjeksikan uap air panas ke dalam head space untuk
menggantikan udara dan gas-gas, selanjutnya wadah ditutup, lalu
didinginkan agar uap air mengembun dan terjadi keadaan vakum.
• Kombinasi dari cara-cara tersebut di atas.
Metode
mana yang dipilih, tergantung dari sifat-sifat produknya; untuk sayur
sayuran biasanya digunakan exhausting termal, sedangkan untuk juice
tomat digunakan cara pengisian panas-panas. Cara menentukan suhu kaleng
dapat dilihat pada Gambar 6.6 dan cara penghampaan dapat dilihat pada
Gambar 6.7.
2. Penutupan Wadah (Sealing)
Tujuan
penutupan wadah : Memasang tutup dari wadah sedemikian rupa, sehingga
faktor-faktor penyebab kerusakan tidak dapat masuk lagi ke dalamnya
setelah dilakukan sterilisasi.
Penutupan
kaleng dilakukan dengan alat khusus. Penutupan kaleng harus sempurna,
sebab kebocoran dapat merusak produknya. Sebelum wadah ditutup diperiksa
dahulu apakah head space-nya sudah cukup dan sesuai dengan perhitungan.
Setelah ditutup sempurna, kaleng/wadah perlu dibersihkan jika ada
sisa-sisa bahan yang menempel pada dinding kaleng / wadah. Pencucian
dilakukan dengan air panas (suhu sekitar 82,2 oC) yang mengandung
larutan H2PO4 dengan konsentrasi 1,0 – 1,5 %, kemudian dibilas dengan
air bersih beberapa kali.
3. Sterilisasi (Processing)
Sterilisasi
(Processing) pada pengalengan adalah proses pemanasan wadah serta
isinya pada suhu dan jangka waktu tertentu untuk menghilangkan atau
mengurangi faktorfaktor penyebab kerusakan makanan, tanpa menimbulkan
gejala lewat pemasakan (over cooking) pada makanannya. Suhu yang
digunakan biasanya 121 oC selama 20 – 40 menit, tergantung dari jenis
bahan makanan. Setiap jenis bahan pangan mempunyai suhu dan lama
sterilisasi yang berbeda, tergantung dari :
• Kecepatan penetrasi panas ke dalam bahan pangan.
Kecepatan penetrasi panas dipengaruhi pula oleh konsistensi bahan
• Ketahanan panas (heat resistance) dari bakteri penyebab kerusakan dan penyakit.
Faktor ini ditentukan oleh jenis bakteri, jumlah bakteri pada saat akan dilakukan sterilisasi dan pH dari bahan pangan.
Pada
umumnya suhu sterilisasi yang biasa dilakukan pada sayur-sayuran,
daging, atau unggas di atas 100 oC ( pada 121 oC), sedangkan untuk
buah-buahan pada suhu 100 oC.
4. Pendinginan (Cooling)
Apakah Tujuan Pendinginan dan Bagaimana Caranya Melakukan Pendinginan ?
Tujuan Pendinginan :
• mencegah lewat pemasakan (over cooking) dari bahan pangan
• mencegah tumbuhnya spora-spora dari bakteri perusak bahan pangan yang belum mati
Cara Pendinginan :
Kaleng
/ wadah yang sudah dipanaskan kemudian didinginkan dengan air dingin
sampai suhunya 35 – 40 oC. Pendinginan dapat dilakukan :
# di dalam otoklaf sebelum autoklaf dibuka atau
# di luar otoklaf dengan jalan menyemprotkan air dingin. Air pendingin sebaiknya mengalami khlorinasi terlebih dahulu.
Pendinginan
dilakukan sampai suhunya sedikit di atas suhu kamar, maksudnya agar air
yang menempel pada dinding wadah cepat menguap, sehingga terjadinya
karat dapat dicegah.
Apakah Tujuan dan Syarat Penyimpanan (Storage ) ?
Tujuan
penyimpanan : agar makanan yang dikalengkan tidak berubah kualitasnya
maupun kenampakannya sampai saat akan diangkut / dipasarkan. Suhu
penyimpanan yang dapat mempertahankan kualitas bahan yang disimpan
adalah 15oC. Suhu penyimpanan yang tinggi dapat mempercepat terjadinya :
• korosi kaleng
• perubahan tekstur, warna, rasa serta aroma makanan kaleng
Syarat-syarat penyimpanan yang baik :
1. Suhu rendah
2. RH rendah
3. Ventilasi atau pertukaran udara di dalam ruangan penyimpanan harus baik.
Kerusakan Makanan Kaleng
Pada
umumnya kerusakan utama pada makanan kaleng ditimbulkan oleh kurang
sempurnanya proses termal dan pencemaran kembali sesudah pengolahan.
Kerusakan makanan kaleng dapat disebabkan tiga hal yaitu :
1. Keadaan terlipatnya sambungan-sambungan kaleng
2. Kontaminasi bakteriologisdari air pencuci atau air pendingin.
3. Peralatan pengalengan bekerja kurang baik
Macam-macam kerusakan yang sering dijumpai antara lain :
a. Perubahan Warna
• Warna produk yang dikalengkan menjadi pucat.
• Warna produk menjadi hitam/coklat pada permukaan makanan
• Perubahan warna karena adanya tembaga, besi dan timbal
b. Kerusakan karena Sulfida
Beberapa jenis bakteri termofil ternyata dapat membentuk gas H2S. Kaleng tidak menjadi cembung dan tetap vakum, ditemukan pada makanan kaleng dari jagung, kacang polong, bayam, asparagus.
c. Flat Sours
Flat
sours disebabkan oleh bakteri yang membentuk asam, tetapi tidak
menimbulkan gas. Bakteri ini termasuk fakultatif anaerob. Kaleng tetap
datar/cekung. Jenis ini sukar diperiksa, karena baru diketahui setelah
kalengnya dibuka.
d. Penggembungan Kaleng
Penyebabnya
adalah bakteri-bakteri yang membentuk gas. Organisme yang tidak
membentuk spora dalam bahan makanan yang asam termasuk tipe fakultatif
atau obligat aerob. Dalam makanan yang tidak asam, swell tersebut
disebabkan bakteri obligat anaerob. Penggembungan kaleng dapat
disebabkan karena timbulnya gas CO2 atau H2. Isi kaleng dapat mengalami
perubahan warna, rasa, dan terbentuk senyawa yang berbau tidak sedap.
Pada kaleng yang berisi buah-buahan, dapat terjadi penggembungan kaleng
karena adanya reaksi asam dari buah-buahan dengan senyawa logam dan
menghasilkan H2.
Proses
ini berjalan sangat lambat, baru terlihat setelah beberapa bulan bahkan
beberapa tahun. Kerusakan ini terutama terjadi pada makanan yang asam.
Penggembungan kaleng dapat pula terjadi karena pengisian kaleng terlalu
penuh (over filling), sehingga waktu disterilkan kaleng menjadi gembung.
Meskipun demikian makanan kaleng ini tidak rusak.
e. Lain-lain
Hal
ini disebabkan adanya kebocoran kaleng, sehingga kaleng menjadi kurang
vakum. Sayuran dapat menjadi liat atau keras, karena air yang digunakan
ialah air sadah atau banyak mengandung garam kalsium.
Langganan:
Postingan (Atom)